Senin, 17 September 2012

REVIEW JURNAL ENZIM


A.    TOPIK YANG DIBAHAS
Enzim

B.    JURNAL
Penentuan Kinetika Enzim Poligalakturonase (PG) Endogenous dari Pulp Biji Kakao Jurnal Biologi XIII (1):21-24 ISSN 1410 5292

C.    PENULIS
G. P. Ganda Putra
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Bali.

D.    FAKTA YANG MUNCUL
ABSTRACT
This research was conducted to determine the enzyme kinetics (Km and Vmax) of endogenous polygalacturonase (PGs) isolated from cocoa pulp. This research was carried out by assaying PGs activities in various concentration of citrus pectin subtrates which were between 0,1 – 1,0% with 0,1% interval. The result showed that the enzyme kinetics of endogenous PGs from cocoa pulp (Km) was 0,37% and Vmax was 6,69 µmol of galacturonic acid/minute/ml.

PENDAHULUAN
Penghancuran pulp dapat dilakukan dengan depolimerisasi menggunakan enzim-enzim pektolitik endogenous. Pulp biji kakao mengandung pektin, sekitar 1-1,5% (Case, 2004), sehingga dimungkinkan adanya enzimenzim pektolitik endogenous dalam pulp biji kakao. Dalam reaksi enzim dikenal kecepatan reaksi hidrolisis, penguraian atau reaksi katalisasi lain yang disebut velocity (V). Parameter kinetika enzim yang lain adalah konstanta Michaelis-Menten, yang lebih dikenal dengan Km. Km merupakan konsentrasi substrat yang separuh dari lokasi aktifnya telah terisi, yaitu bila kecepatan reaksi enzim telah mencapai ½ Vmaks (Wiesman, 1989). Menurut Fox (1991), nilai Km dapat digunakan dalam menentukan ukuran afinitas enzim-substrat (E-S), yang merupakan suatu indikator kekuatan ikatan kompleks E-S atau suatu tetapan keseimbangan untuk disosiasi kompleks E-S menjadi E dan S. Tujuan penelitian ini untuk menentukan parameter kinetika, Km dan Vmax, enzim poligalaturonase (PG) endogenous dari pulp biji kakao.

MATERI DAN METODE
Bahan penelitian adalah buah kakao jenis lindak yang langsung dipetik dari kebun kakao milik petani. Bahan lain adalah bahan-bahan kimia,diantaranya: alkohol 90%, Na-bisulfit, PEG 4000, bufer Na-asetat 0,05M, NaCl, citrus pektin dengan kadar asam galakturonat 93,5% dan metoksil 9,4% (SIGMA), asam D-galakturonat standar (SIGMA), pereaksi Nelson A, pereaksi Nelson B, pereaksi Arsenomolibdat.

Ekstraksi enzim
Ekstraksi enzim PME pada pulp biji kakao menggunakan prosedur ekstraksi enzim pektolitik pada buah-buahan (Munoz and Barcelo, 1996; Zhou et al., 2000).
Penentuan kinetika enzim
Penentuan kinetika enzim PME (Vmaks dan Km) didasarkan atas plot grafik hubungan antara konsentrasi substrat [S] dan aktivitas enzim (V) (Fayyaz et al., 1995; Dinu, 2001).
Pengujian aktivitas enzim
Prosedur pengujian aktivitas enzim PG dengan metode kombinasi Munoz and Barcelo, (1996) dan Zhou et al. (2000).

HASIL
Aktivitas enzim PG endogenous pada beberapa konsentrasi substrat citrus pektin menunjukkan bahwa aktivitas enzim PG mula-mula meningkat secara signifikan sejalan dengan meningkatnya konsentrasi substrat, sampai pada konsentrasi substrat 0,9%, tetapi tidak signifikan setelah konsentrasi substrat ditingkatkan menjadi 1,0%.

PEMBAHASAN
Aktivitas enzim PG yang mula-mula meningkat secara signifikan sejalan dengan meningkatnya konsentrasi substrat, tetapi tidak signifikan setelah konsentrasi substrat ditingkatkan lagi. Km filtrat enzim PG endogenous dari pulp biji kakao sebesar 0,37% lebih besar dibandingkan dengan Km enzim PG exogenous yang diisolasi dari bakteri tanah (Bacillus sp.) berkisar antara 0,04 – 0,09 mg/ml (0,004 - 0,009%) (Wardhani, 2005), tetapi relative sama dengan Km enzim ekso-PG I Penicillium frequentans sebesar 1,6 g/l (0,16%) (Barense et al., 2001). Data lain yang dilaporkan oleh Dinu (2001), menunjukkan bahwa Km enzim PG yang diisolasi dari Aspergillus niger, berturut-turut sebesar: 0,94 mg/ml (0,094%) pada substrat natrium poligalakturonat, 1,1 mg/ml (0,11%) pada substrat pectin termetilasi 6% dan 1,98 mg/ml (0,198%) pada substrat pektin termetilasi 30%.

E.    HAL YANG BELUM TERUNGKAP
Pada jurnal ini, terdapat grafik hubungan antar laju reaksi dengan konsentrasi substrat. Menurut Poedjiadji (2006), enzim akan mengalami kejenuhan apabila konsentrasi substrat melebihi konsentrasi enzim. Hal ini akan tercermin pada grafik yang menunjukkan garis stagnan pada konsentrasi substrat tertentu. Namun, yang terlihat pada jurnal ini, grafik masih mengindikasi bahwa masih terjadi peningkatan aktivitas enzim, padahal pada penjelasan sebelum grafik dinyatakan “Aktivitas enzim PG endogenous pada beberapa konsentrasi substrat citrus pectin mula-mula meningkat secara signifikan sejalan dengan meningkatnya konsentrasi substrat, sampai pada konsentrasi 0,9%, tetapi tidak signifikan setelah konsentrasi substrat ditingkatkan menjadi 1,0%.

ENZIM

PENDAHULUAN
Beberapa rangkaian reaksi senyawa di dalam tubuh organisme menghasilkan senyawa dengan molekul yang besar, seperti pati, selulosa, lemak, protein, dan lain sebagainya. Pembentukan senyawa yang lebih besar dari molekul-molekul yang lebih kecil disebut anabolisme. Reaksi anabolisme memerlukan energi. Sebaliknya, katabolisme merupakan perombakan senyawa dengan molekul yang besar membentuk senyawa-senyawa dengan molekul yang lebih kecil. Reaksi katabolisme menghasilkan energi. Respirasi merupakan reaksi katabolik yang paling penting untuk menghasilkan energi dalam setiap sel. Baik anabolisme maupun kabolisme berlangsung secara sistematis dan teratur membentuk lintasan metabolik.
Sel dapat mengatur lintasan metabolik yang dikehendakinya agar terjadi dan mengatur kecepatan reaksi tersebut dengan cara memproduksi suatu katalisator dalam jumlah yang sesuai pada saat yang dibutuhkan. Katalisator tersebut kemudian disebut sebagai enzim. Hampir semua reaksi biokimia berlangsung sangat lambat jika tanpa melibatkan peranan suatu katalisator. Ion-ion dan senyawa anorganik yang diserap dari dalam tanah oleh tumbuhan sebagian dapat berfungsi sebagai katalisator beberapa reaksi, tetapi enzim merupakan katalisator yang lebih kuat. Enzim umumnya mempercepat laju reaksi antara 10 pangkat 8 sampai 10 pangkat 20 kali. Dan masih banyak lagi fungsi enzim lainnya. Namun, enzim juga memiliki kelemahan karena ia merupakan sejenis protein, maka enzim dapat mengalami denaturasi apabila dipanaskan pada suhu lebih dari 60 derajat C.

ENZIM

A.    Bentuk dan Komposisi Kimia Enzim
Setiap enzim terbentuk dari molekul protein sebagai komponen utama penyusunnya dan bebrapa enzim hanya terbentuk dari molekul protein dengan tanpa adanya penambahan komponen lain. Protein lainnya seperti Sitokrom yang membawa elektron pada fotosintesis dan respirasi tidak pula dapat digolongkan sebagai enzim. Selain itu, protein yang terdapat dalam biji juga lebih berperan sebagai bahan cadangan untuk digunakan dalam proses perkecambahan biji.

Enzim umumnya merupakan protein globular dan ukurannya berkisar dari hanya 62 asam amino pada monomer 4-oksalokrotonat tautomerase, sampai dengan lebih dari 2.500 residu pada asam lemak sintase. Terdapat pula sejumlah kecil katalis RNA, dengan yang paling umum merupakan ribosom; Jenis enzim ini dirujuk sebagai RNA-enzim ataupun ribozim. Aktivitas enzim ditentukan oleh struktur tiga dimensinya (struktur kuaterner). Walaupun struktur enzim menentukan fungsinya, prediksi aktivitas enzim baru yang hanya dilihat dari strukturnya adalah hal yang sangat sulit.
Kebanyakan enzim berukuran lebih besar daripada substratnya, tetapi hanya sebagian kecil asam amino enzim (sekitar 3–4 asam amino) yang secara langsung terlibat dalam katalisis. Daerah yang mengandung residu katalitik yang akan mengikat substrat dan kemudian menjalani reaksi ini dikenal sebagai sisi aktif enzim. Enzim juga dapat mengandung sisi yang mengikat kofaktor yang diperlukan untuk katalisis. Beberapa enzim juga memiliki sisi ikat untuk molekul kecil, yang sering kali merupakan produk langsung ataupun tak langsung dari reaksi yang dikatalisasi. Pengikatan ini dapat meningkatkan ataupun menurunkan aktivitas enzim. Dengan demikian ia berfungsi sebagai regulasi umpan balik.

Protein hanya terbentuk dari satu ikatan poloipeptida yang menggumpal membentuk suatu struktur yang bulat atau sperikal, contohnya ribonuklease. Setiap rantai polipeptida atau molekul protein secara sponstan akan membentuk konfigurasi dengan energi bebas terendah. Dalam sitisol sel, asam amino lebih bersifat hidrofobik (valin, leusin, isoleusin, metionin, dan tirosin) yang akan mengumpul pada bagian dalam, sedang pada permukaan molekul protein atau enzim asam amino bersifat hidrofilik (serin, asam glutamate, glutamine, asam aspartat, asparagin, lisin, histidin, dan arginin). Pelipatan atau pemilinan rantai polipeptida terjadi karena adanya ikatan sekunder yang terbentuk antara gugus – gugus  pada asam amino penyusun rantai polipeptida tersebut.
Untuk enzim yang terdiri dari lebih dari satu rantai polipeptida, misalnya ribulosa bisfosfat karboksilase (Rubisco atau RuBP atau RuDP), ikatan yang menyatukan rantai-rantai polipeptida tersebut pada dasarnya sama dengan ikatan-ikatan sekunder yang menyebabkan rantai polipeptida melipat.

B.    Posisi Enzim di Dalam Sel dan Sifat-Sifat Enzim
Enzim tertentu tidak dapat ditemui pada semua bagian sel. Enzim – enzim yang berperan untuk fotosintesis terdapat pada kloroplas. Enzim yang berperan penting dalam respirasi aerobik terdapat pada mitokondria, sedang enzim respirasi lainnya terdapat dalam sitosol. Enzim yang dibutuhkan untuk sintesis DNA dan RNA serta untuk proses mitosis terdapat di dalam inti sel. Enzim yang berperan dalam suatu lintasan metabolik tertentu, kadang tersusun pada membran sehingga reaksi-reaksi pada lintasan tersebut dapat berlangsung secara berurutan. Hasil suatu reaksi akan dibebaskan pada tempat di mana hasil ini dapat segera dikonversi oleh enzim berikutnya.  Kompertemenisasi enzim akan meningkat efisiensi banyak proses yang beralngsung di dalam sel, karena :
1.    Reaktan tersedia pada tempat dimana enzim tersedia.
2.    Senyawa akan dikonversi dikirim ke arah enzim yang berperan untuk menghasilakn produk sesuai yang dikehendaki dan tidak disimpangkan pada lintasan yang lain. Akan tetapi kompartemenisasi ini tidak bersifat absolut.

Sifat-sifat enzim adalah sebagai berikut:
1.    Biokatalisator
Enzim merupakan protein katalitik. Suatu katalis adalah suatu agen kimiawi yang mengubah laju reaksi tanpa harus dipergunakan oleh reaksi itu. Dengan tidak adanya enzim, lalu lintas kimiawi melalui jalur-jalur metabolism akan menjadi macet.
2.    Termolabil
Enzim mudah rusak bila dipanaskan sampai dengan suhu tertentu.
3.    Merupakan senyawa protein sehingga sifat-sifat protein masih melekat pada enzim.
4.    Bekerja secara spesifik.
Satu jenis enzim bekerja secara khusus hanya pada satu jenis substrat. Misalnya enzim katalase menguraikan Hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan oksigen (O2), sedangkan enzim lipase menguraikan lemak + air menjadi gliserol + asam lemak.
5.    Umumnya enzim tidak dapat bekerja tanpa adanya komponen non protein lainnya yang disebut kofaktor.
6.    Umumnya enzim mengkatalis reaksi satu arah (dapat pula dua arah)

C.    Nomenklatur dan Klasifikasi Enzim
Secara umum nama tiap enzim disesuaikan dengan nama substratnya, dengan penambahan “ase” dibelakangnya. Substrat adalah senyawa yang bereaksi dengan bantuan enzim. Di samping nama trivial (nama biasa) maka oleh Commision on Enzymes of The International Union of Biochemistry telah ditetapkan pula tata nama yang sistematik, disesuaikan dengan pembagian atau penggolongan enzim yang didasarkan pada fungsinya.
Suatu enzim bekerja secar khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan inilah yang menjadi ciri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang dapat bekerja terhadap berbagai berbagai macam reaksi. Kekhasan terhadap suatu reaksi disebut kekhasan reaksi. Suatu asam amino tertentu dapat mengalami berbagai reaksi dengan berbagai enzim pula. Sebagai contoh enzim oksidase yang bekerja sebagai katalis dalam reaksi oksidase asam amino. Untuk reaksi lain dekarboksilase bekerja sebagai katalis, sedangkan transaminase dapat pula bekerja terhadap asam amino untuk memindahkan gugus –NH2 kepada senyawa lainnya. Jadi walaupun ketiga reaksi tersebut mungkin berjalan, namun tiap enzim hanya bekerja pada satu reaksi. Enzim dekarboksilase dan transaminase mempunyai koenzim yang sama yaitu piridoksalfosfat.
Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-masing enzim diberi nama menurut nama substratnya. Disamping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lain misalnya pepsin, tripsin, dan lain-lain. Oleh Commision on Enzymes of The International Union of Biochemistry, enzim dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:
·    Golongan I    : Oksireduktase
·    Golongan II    : Transferase
·    Golongan III    : Hidrolase
·    Golongan IV    : Liase
·    Golongan V    : Isomerase
·    Golongan VI    : Ligase

Namun, penggolongan enzim yang umum digunakan adalah sebagai berikut:
1. Hidrolase
Hidrolase merupakan enzim-enzim yang menguraikan suatu zat dengan pertolongan air. Hidrolase dibagi atas kelompok kecil berdasarkan substratnya yaitu :
A. Karbohidrase
Yaitu enzim-enzim yang menguraikan golongan karbohidrat.
Kelompok ini masih dipecah lagi menurut karbohidrat yang diuraikannya, misal :
·    Amilase, yaitu enzim yang menguraikan amilum (suatu polisakarida) menjadi maltosa 9 suatu disakarida).
    2 (C6H10O5)n + n H2O n C12H22O11
·    Maltase, yaitu enzim yang menguraikan maltosa menjadi glukosa
C12H22O11  + H2O 2 C6H12O6
·    Sukrase, yaitu enzim yang mengubah sukrosa (gula tebu) menjadi glukosa dan fruktosa.
·    Laktase, yaitu enzim yang mengubah laktase menjadi glukosa dan galaktosa.
·    Selulase, emzim yang menguraikan selulosa ( suatu polisakarida) menjadi selobiosa ( suatu disakarida)
·    Pektinase, yaitu enzim yang menguraikan pektin menjadi asam-pektin.

B. Esterase
Yaitu enzim-enzim yang memecah golongan ester.
Contoh-contohnya :
·    Lipase, yaitu enzim yang menguraikan lemak menjadi gliserol dan asam lemak.
·    Fosfatase, yaitu enzim yang menguraikan suatu ester hingga terlepas asam fosfat.

C. Proteinase atau Protease
Yaitu enzim-enzim yang menguraikan golongan protein.
Contoh-contohnya:
·    Peptidase, yaitu enzim yang menguraikan peptida menjadi asam amino.
·    Gelatinase, yaitu enzim yang menguraikan gelatin.

2. Oksidase dan reduktase
Yaitu enzim yang berperan dalam proses oksidasi dan reduksi.
Enzim Oksidase dibagi lagi menjadi;
·    Dehidrogenase : enzim ini memegang peranan penting dalam mengubah zat-zat organik menjadi hasil-hasil oksidasi.
·    Katalase : enzim yang menguraikan hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen.

3. Desmolase
Merupakan enzim-enzim yang memutuskan ikatan-ikatan C-C, C-N dan beberapa ikatan lainnya.
Enzim Desmolase dibagi lagi menjadi :
·    Karboksilase : yaitu enzim yang mengubah asam piruyat menjadi asetaldehida.
·    Transaminase : yaitu enzim yang memindahkan gugusan amine dari suatu asam amino ke suatu asam organik sehingga yang terakhir ini berubah menjadi suatu asam amino.

Enzim juga dapat dibedakan menjadi eksoenzim dan endoenzim berdasarkan tempat kerjanya, ditinjau dari sel yang membentuknya.Eksoenzim ialah enzim yang aktivitasnya diluar sel. Endoenzim ialah enzim yang aktivitasnya didalam sel.
Selain eksoenzim dan endoenzim, dikenal juga enzim konstitutif dan enzim induktif. Enzim konstitutif ialah enzim yang dibentuk terus-menerus oleh sel tanpa peduli apakah substratnya ada atau tidak. Enzim induktif (enzim adaptif) ialah enzim yang dibentuk karena adanya rangsangan substrat atau senyawa tertentu yang lain. Misalnya pembentukan enzim beta-galaktosida pada escherichia coli yang diinduksi oleh laktosa sebagai substratnya. Tetapi ada senyawa lain juga yang dapat menginduksi enzim tersebut walaupun tidak merupakan substarnya, yaitu melibiosa. Tanpa adanya laktosa atau melibiosa, maka enzim beta-galaktosidasa tidak disintesis, tetapi sintesisnya akan dimulai bila ditambahkan laktosa atau melibiosa.

D.    Kofaktor
Kofaktor adalah komponen enzim yang bersifat non-protein yang berfungsi mengaktifkan enzim. Sifatnya stabil terhadap perubahan suhu atau suatu reaksi. Kofaktor dibedakan menjadi tiga tipe yaitu , aktivator, gugus prostetik dan ko-enzim.
(1) Aktivator
Aktivator adalah ion - ion anorganik yang biasanya berikatan lemah dengan suatu enzim. Contoh beberapa logam berperan sebagai aktivator dalam sistem enzim adalah Cu, Fe, Mn, Zn, Ca, K dan Co.
(2) Gugus Prostetik
Gugus prostetik berikatan erat dengan enzim (protein) oleh ikatan kovalen. Gugus prostetik dapat berupa senyawa organik tertentu, vitamin atau ion logam. Misal FAD yang mengandung riboflavin (Vitamin B2) yang merupakan bagian FAD yang menerima atom Hidrogen. Ion logam kita dapatkan pada sitokrom sebagai pembawa elektron misalnya Fe. Pada waktu melepas besi tereduksi menjadi Fe2+, pada waktu melepas elektron, teroksidasi menjadi Fe3+
(3) Koenzim
Enzim yang tidak mempunyai gugus prostetik, memerlukan senyawa organik lain untuk aktivitasnya juga disebut koenzim. Koenzim tidak melekat erat pada bagian protein enzim. Contoh NAD, NADP, Koenzim-A, ATP.

E.    Mekanisme Kerja Enzim
Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. Sebagai contoh:
X + C → XC (1)
Y + XC → XYC (2)
XYC → CZ (3)
CZ → C + Z (4)
Meskipun senyawa katalis dapat berubah pada reaksi awal, pada reaksi akhir molekul katalis akan kembali ke bentuk semula.

Molekul selalu bergerak dan bertumbukan satu dengan yang lain. Jika suatu molekul substrat menumbuk molekul enzim yang tepat, substrat akan menempel pada enzim. Tempat menempelnya molekul substrat pada enzim disebut dengan sisi aktif. Kemudian terjadi reaksi dan terbentuk molekul produk.
Banyak enzim yang dapat bekerja bolak-balik (reversible). Enzim dapat mengubah substrat menjadi hasil akhir dan juga dapat mengubah hasil akhir menjadi substrat jika lingkungannya berubah. Misalnya, enzim lipase dapat berfungsi katalisator dalam perubahan lemak menjadi asam lemak dan glilserol. Enzim lipase juga dapat mengubah kembali asam lemak dan gliserol menjadi lemak (lipid).
Enzim juga bekerja secara spesifik, artinya enzim mempunyai fungsi yang khusus. Jika enzim berbeda maka hasilnya akan berbeda pula. Misalnya, pemecahan rafinosa (suatu trisakarida). Jika dilakukan oleh enzim sukrase rafinosa akan terurai menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan jika dilakukan dengan oleh enzim emulsion rafinosa akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa. Ada dua teori mengenai mekanisme kerja enzim, yaitu lock and key theory dan induced fit theory.

1)    Lock and Key Theory (Teori Gembok dan Kunci)
Teori ini dikemukakan oleh Fischer (1988). Menurutnya, enzim diumpamakan sebagai gembok karena memiliki sebuah bagian kecil yang dapat berikatan dengan substrat yang disebut dengan sisi aktif, sedangkan substrat sebagai kunci karena dapat berikatan secara pas dengan sisi aktif enzim.
Substrat dapat berikatan dengan enzim jika sesuai dengan sisi aktif enzim. Sisi aktif enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis substrat saja, hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Substrat yang mempunyai bentuk ruang yang sesuai dengan sisi aktif enzim akan berikatan dan membentuk kompleks transisi enzim-substrat. Senyawa transisi ini tidak stabil sehingga pembentukan produk berlangsung dengan sendirinya. Jika enzim mengalami denaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif akan berubah sehingga substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang sama.

2)    Induced Fit Theory (Teori Ketepatan Induksi)
Teori ini dikemukakan oleh Daniel Koshland. Menurutnya, sisi aktif enzim bersifat fleksibel. Akibatnya, sisi aktif enzim dapat berubah bentuk menyesuaikan bentuk substrat. Teori ini sesuai dengan mekanisme kerja enzim yang sesungguhnya. Reaksi antara substrat dengan enzim berlangsung karena adanya induksi molekul substrat terhadap molekul enzim. Menurut teori ini, sisi aktif enzim bersifat fleksibel dalam menyesuaikan stuktur sesuai dengan struktur substrat. Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, maka enzim akan terinduksi dan kemudian mengubah bentuknya sedikit sehingga mengakibatkan perubahan sisi aktif yang semula tidak cocok menjadi cocok (fit). Kemudian terjadi pengikatan substrat oleh enzim yang selanjutnya substrat diubah menjadi produk. Produk kemudian dilepaskan dan enzim kembali pada keadaan semula dan siap untuk mengikat substrat baru.

F.    Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja enzim diantaranya adalah sebagai berikut.
1.    Suhu
Enzim tidak dapat bekerja secara optimal apabila suhu lingkungan terlalu rendah atau terlalu tinggi. Jika suhu lingkungan mencapai 0° C atau lebih rendah lagi, enzim tidak aktif. Jika suhu lingkungan mencapai 40° C atau lebih, enzim akan mengalami denaturasi (rusak). Suhu optimal enzim bagi masing-masing organisme berbeda-beda. Untuk hewan berdarah dingin, suhu optimal enzim adalah 25° C, sementara suhu optimal hewan berdarah panas, termasuk manusia, adalah 37° C.
2.    pH (Tingkat Keasaman)
Setiap enzim mempunyai pH optimal masing-masing, sesuai dengan "tempat kerja"-nya. Misalnya enzim pepsin, karena bekerja di lambung yang bersuasana asam, memiliki pH optimal 2. Contoh lain, enzim ptialin, karena bekerja di mulut yang bersuasana basa, memiliki pH optimal 7,5-8.
3.    Aktivator dan Inhibitor
Aktivator adalah zat yang dapat mengaktifkan dan menggiatkan kerja enzim. Contohnya ion klorida, yang dapat mengaktifkan enzim amilase.
Inhibitor adalah zat yang dapat menghambat kerja enzim. Berdasarkan cara kerjanya, inhibitor terbagi dua, inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif. Inhibitor kompetitif adalah inhibitor yang bersaing aktif dengan substrat untuk mendapatkan situs aktif enzim, contohnya sianida bersaing dengan oksigen dalam pengikatan Hb. Sementara itu, inhibitor nonkompetitif adalah inhibitor yang melekat pada sisi lain selain situs aktif pada enzim, yang lama kelamaan dapat mengubah sisi aktif enzim.
4.    Konsentrasi enzim dan substrat
Semakin tinggi konsentrasi enzim akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Dan konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Jika sudah mencapai titik jenuhnya, maka konsentrasi substrat berbanding terbalik dengan kecepatan reaksi.

G.    Inhibitor Enzim
Seringkali enzim dihambat leh suatu zat yang disebut inhibitor, ada dua jenis inhibitor yaitu sebagai berikut:
Ø    Inhibitor kompetitif.
Pada penghambatan ini zat – zat penghambat mempunyai struktur yang mirip dengan struktur substrat. Dengan demikian baik substrat maupun zat penghambat berkompetisi atau bersaing untuk bersatu dengan sisi aktif enzim , jka zat penghambat lebih dulu berikatan dengan sisi aktif enzim , maka substratnya tidak dapat lagi berikatan dengan sisi aktif enzim.
Ø    Inhibitor nonkompetitif
Pada penghambatan ini, substrat sudah tidak dapat berikatan dengan kompleks enzim- inhibitor, karena sisi aktif enzim berubah

KESIMPULAN
Enzim merupakan suatu jenis protein yang bersifat katalis dimana enzim mampu mempercepat suatu reaksi tanpa habis bereaksi. Kebanyakan enzim berukuran lebih besar daripada substratnya. Enzim tertentu tidak dapat ditemui pada semua bagian sel. Enzim memiliki sifat: (1) biokatalisator; (2) termolabil; (3) merupakan senyawa protein; (4) bekerja spesifik; (5) umumnya tidak dapat bekerja tanpa bantuan kofaktor; (6) dapat bekerja pada reaksi satu arah maupun dua arah. Enzim diberi nama sesuai dengan substratnya dengan tambahan akhiran “ase”, secara umum dibedakan menjadi 3 golongan penting yaitu hidrolase; reduktase dan oksidase; dan desmolase. Kofaktor dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu aktivator, koenzim, dan gugus prostetik. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya suhu, pH, konsentrasi substrat, dan inhibitor. Enzim bekerja dengan menurunkan energi aktivasi. Dikenal dua teori kerja enzim yaitu teori kunci dan gembok serta teori ketepatan induksi (induced fit). Terdapat dua jenis inhibitor pada enzim yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor non kompetitif.
   
DAFTAR BACAAN

Campbell. 2000. Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

http://wikipedia.org/enzim diakses pada April 2012.

http://google/image/enzim diakses pada April dan September 2012
.
Kimball, J. W. 2000. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Lakitan, B. 2008. Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Poedjiadi, A. dan Supriyanti, F. M. T. 2006. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Putra, G. 2009. Penentuan Kinetika Enzim Poligalakturonase (PG) Endogenous Dari Pulp Biji Kakao. Jurnal Biologi XIII (1): 21-24. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Bali.


ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT)


PENDAHULUAN

            Tuhan menciptakan makhluk hidup dengan perencanaan yang sempurna. Misalnya, biji kedelai dapat tumbuh menjadi tanaman kedelai dan akhirnyan dapat menghasilkan biji kedelai lagi. Siklus hidup tumbuhan umumnya berlangsung seperti itu.
            Pada setiap tahap kehidupan suatu tumbuhan, sensitivitas terhadap lingkungan dan koordinasi respons sangat jelas terlihat. Satu bagian tumbuhan dapat mengirim sinyal ke bagian yang lain. Sebagai contoh, kuncup terminal pada ujung (apeks) suatu tunas mampu menekan pertumbuhan tunas aksiler yang mungkin saja bermeter-meter jauhnya. Tumbuhan dapat mengenali waktu harian dan waktu tahunan. Tumbuhan dapat mengindera gravitasi dan arah cahaya dan menanggapi stimulus-stimulus ini dengan cara yang kelihatannya sangat wajar bagi kita.  
            Pertumbuhan, perkembangan dan pergerakan tumbuhan dikendalikan beberapa golongan zat yang secara umum dikenal sebagai hormone tumbuhan atau fitohormon. Penggunaan ‘hormon’ sendiri menggunakan analogi fungsi hormone pada hewan; dan sebagaimana pada hewan, hormon juga dihasilkan dalam jumlah sedikit di dalam sel. Bebebrapa ahli berkeberatan dengan istilah ini karena fungsi beberapa hormon teretentu (hormon endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan pemberian zat-zat tertentu dari luar, misalnya dengan penyemprotan (hormon eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Mereka lebih suka menggunakan istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris plant growth regulator).
            Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.

ZAT PENGATUR TUMBUH

Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Sinyal kimia interseluler untuk pertama kali ditemukan pada tumbuhan. Konsentrasi yang sangat rendah dari senyawa kimia tertentu yang diproduksi oleh tanaman dapat memacu atau menghambat pertumbuhan atau diferensiasi pada berbagai macam sel-sel tumbuhan dan dapat mengendalikan perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada tumbuhan.
Dengan menganalogikan senyawa kimia yang terdapat pada hewan yang disekresi oleh kelenjar ke aliran darah yang dapat mempengaruhi perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada tubuh, sinyal kimia pada tumbuhan disebut hormon pertumbuhan. Namun, beberapa ilmuwan memberikan definisi yang lebih terperinci terhadap istilah hormon yaitu senyawa kimia yang disekresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat mempengaruhi organ atau jaringan lain dengan cara khusus. Berbeda dengan yang diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada tumbuhan sering mempengaruhi sel-sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping mempengaruhi sel lainnya, sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan zat pengatur tumbuh untuk membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak jauh.
Ahli biologi tumbuhan telah mengidentifikasi 5 tipe utama ZPT yaitu auksin, sitokinin,giberelin, asam absisat dan etilen. Tiap kelompok ZPT dapat menghasilkan beberapa pengaruh yaitu kelima kelompok ZPT mempengaruhi pertumbuhan, namun hanya 4 dari 5 kelompok ZPT tersebut yang mempengaruhi perkembangan tumbuhan yaitu dalam hal diferensiasi sel. Selain kelima kelompok itu, dikenal pula kelompok-kelompok lain yang berfungsi sebagai hormon tumbuhan namun diketahui bekerja untuk beberapa kelompok tumbuhan atau merupakan hormon sintetik, seperti brasinosteroid, asam jasmonat, asam salisilat, dan poliamina. Beberapa senyawa sintetik berperan sebagai inhibitor (penghambat perkembangan).
Pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, situs aksi ZPT pada tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Satu ZPT tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari beberapa ZPT-lah yang akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
Pada umumnya, hormon mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, dengan mempengaruhi : pembelahan sel, perpanjangan sel, dan differensiasi sel. Beberapa hormon, juga menengahi respon fisiologis berjangka pendek dari tumbuhan terhadap stimulus lingkungan. Setiap hormon, mempunyai efek ganda; tergantung pada : tempat kegiatannya, konsentrasinya, dan stadia perkembangan tumbuhannya.         
Hormon tumbuhan, diproduksi dalam konsentrasi yang sangat rendah; tetapi
sejumlah kecil hormon dapat membuat efek yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan organ suatu tumbuhan. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa, sinyal hormonal hendaknya diperjelas melalui beberapa cara.
Suatu hormon, dapat berperan dengan mengubah ekspresi gen, dengan mempengaruhi aktivitas enzim yang ada, atau dengan mengubah sifat membran. Beberapa peranan ini, dapat mengalihkan metabolisme dan pekembangan sel yang tanggap terhadap sejumlah kecil molekul hormon. Lintasan transduksi sinyal, memperjelas sinyal hormonal dan meneruskannya ke respon sel spesifik.
Respon terhadap hormon, biasanya tidak begitu tergantung pada jumlah absolute hormon tersebut, akan tetapi tergantung pada konsentrasi relatifnya dibandingkan dengan hormon lainnya. Keseimbangan hormon, dapat mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan daripada peran hormon secara mandiri. Interaksi ini akan menjadi muncul dalam penyelidikan tentang fungsi hormon.


PERANAN ZAT PENGATUR TUMBUH

A.           AUKSIN
Istilah auksin (auxin) sebetulnya digunakan untuk menjelaskan segala jenis bahan kimia yang membantu proses pemanjangan koleoptil, meskipun auksin sesungguhnya memiliki banyak fungsi pada monokotil maupun dikotil. Auksin alamiah yang diekstraksi dari tumbuhan merupakan suatua senyawa yang dinamai asam indolasetat (indoleacetic acid, IAA), PAA (Phenylacetic acid), 4-chloroIAA (4-chloroindole acetic acid) dan IBA (indolebutyric acid) dan beberapa lainnya merupakan auksin sintetik, misalnya NAA (naphthalene acetic acid), 2,4 D (2,4 dichlorophenoxyacetic acid) dan MCPA (2-methyl-4 chlorophenoxyacetic acid) . Selain auksin alamiah ini, beberapa senyawa lain, termasuk beberapa senyawa sintetik, memiliki aktivitas auksin.
Pengaruh IAA terhadap pertumbuhan batang dan akar tanaman kacang kapri. Kecambah yang diberi perlakuan IAA menunjukkan pertambahan tinggi yang lebih besar (kanan) dari tanaman kontrol (kurva hitam). Tempat sintesis utama auksin pada tanaman yaitu di daerah meristem apikal tunas ujung. IAA yang diproduksi di tunas ujung tersebut diangkut ke bagian bawah dan berfungsi mendorong pemanjangan sel batang. IAA mendorong pemanjangan sel batang hanya pada konsentrasi tertentu yaitu 0,9 g/l. Di atas konsentrasi tersebut IAA akan menghambat pemanjangan sel batang. Pengaruh menghambat ini kemungkinan terjadi karena konsentrasi IAA yang tinggi mengakibatkan tanaman mensintesis ZPT lain yaitu etilen yang memberikan pengaruh berlawanan dengan IAA. Berbeda dengan pertumbuhan batang, pada akar, konsentrasi IAA yang rendah (<10-5 g/l) memacu pemanjangan sel-sel akar, sedangkan konsentrasi IAA yang tinggi menghambat pemanjangan sel akar.
a.         Auksin Di Dalam Perpanjangan Sel
Meristem tunas apikal adalah tempat utama sintesis auksin. Pada saat auksin bergerak dari ujung tunas ke bawah ke daerah perpanjangan sel, maka hormon auksin mengstimulasi pertumbuhan sel, mungkin dengan mengikat reseptor yang dibangun di dalam membran plasma.
Auksin akan menstimulasi pertumbuhan hanya pada kisaran konsentrasi
tertentu; yaitu antara : 10-8 M sampai 10-4 M. Pada konsentrasi yang lebih tinggi; auksin akan menghambat perpanjangan sel, mungkin dengan menginduksi produksi etilen, yaitu suatu hormon yang pada umumnya berperan sebagai inhibitor pada perpanjangan sel.
Berdasarkan suatu hipotesis yang disebut hipotesis pertumbuhan asam (acid growth hypothesis), pemompaan proton membran plasma memegang peranan utama dalam respon pertumbuhan sel terhadap auksin. Di daerah perpanjangan tunas, auksin menstimulasi pemompaan proton membran plasma, dan dalam beberapa menit; auksin akan meningkatkan potensial membran (tekanan melewati membran) dan menurunkan pH di dalam dinding sel (Gambar. Pengasaman dinding sel ini, akan mengaktifkan enzim yang disebut ekspansin; yang memecahkan ikatan hidrogen antara mikrofibril sellulose, dan melonggarkan struktur dinding sel. Ekspansin dapat melemahkan integritas kertas saring yang dibuat dari sellulose murni.
Penambahan potensial membran, akan meningkatkan pengambilan ion ke dalam sel, yang menyebabkan pengambilan air secara osmosis. Pengambilan air, bersama dengan penambahan plastisitas dinding sel, memungkinkan sel untuk memanjang.
Auksin juga mengubah ekspresi gen secara cepat, yang menyebabkan sel dalam daerah perpanjangan, memproduksi protein baru, dalam jangka waktu beberapa menit. Beberapa protein, merupakan faktor transkripsi yang secara menekan ataupun mengaktifkan ekspresi gen lainnya.
Untuk pertumbuhan selanjutnya, setelah dorongan awal ini, sel akan membuat lagi sitoplasma dan bahan dinding sel. Auksin juga menstimulasi respon pertumbuhan selanjutnya.
a.         Auksin dalam Pembentukan Akar Lateral dan Akar Adventif
Auksin digunakan secara komersial di dalam perbanyakan vegetatif tumbuhan
melalui stek. Suatu potongan daun, maupun potongan batang, yang diberi serbuk pengakaran yang mengandung auksin, seringkali menyebabkan terbentuknya akar
adventif dekat permukaan potongan tadi.
b.        Auksin Sebagai Herbisida
Auksin sintetis, seperti halnya 2,4-dinitrofenol (2,4-D), digunakan secara meluas sebagai herbisida tumbuhan. Pada Monocotyledoneae, misalnya : jagung dan rumput lainnya dapat dengan cepat menginaktifkan auksin sintetik ini, tetapi pada Dicotyledoneae tidak terjadi, bahkan tanamannya mati karena terlalu banyak dosis hormonalnya. Menyemprot beberapa tumbuhan serialia ataupun padang rumput dengan 2,4-D, akan mengeliminir gulma berdaun lebar seperti dandelion.

B.            SITOKININ
Sitokinin merupakan hormon tumbuhan yang dihasilkan dalam jaringan yang sedang tumbuh dan aktif seperti embrio, akar, dan buah. Sitokinin ditemukan pada saat saintis sedang melakukan uji coba untuk menemukan zat aditif kimiawi yang bias meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan sel tumbuhan di dalam kultur jaringan. Pada tahun 1940-an, Johannes van Overbeek, yang bekerja pada Cold Spring Harbor Laboratory di New York, menemukan bahwa ia dapat merangsang pertumbuhan embrio tumbuhan dengan cara menmbahkan santan, endosperma cair dari biji kelapa raksasa, ke media kulturnya. Satu decade berikutnya, Folke Skoog dan Carlos O.Miller, di University of Wisconsin, menginduksi pembelahan sel tembakau yang sedang ditumbuhkan dalam kultur engan cara menambahkan sampel DNA yang sudah membusuk. Unsur penyusun aktif pada kedua aditif itu ternyata adlah bentuk-bentuk adenin yang sudah termodifikasi yaitu salah satu komponen asam-nukleat. Pengatur-pengatur pertumbuhan ini diberi nama sitokinin karena mereka merangsang sitokinesis, atau pembelahan sel.

Peranan Sitokinin
a.         Pengaturan Pembelahan Sel Dan Differensiasi Sel
Sitokinin diproduksi di dalam jaringan-jaringan yang tumbuh secara aktif, khususnya di dalam akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang diproduksi pada akar akan mencapai jaringan sasarannya dengan cara bergerak naik sepanjang tumbuhan itu dalam getah xylem. Bersama-sama auksin, sitokinin merangsang pembelahan sel dan memengaruhi jalur diferensiasi.
Pengaruh sitokinin pada sel-sel yang tumbuh pada kultur jaringan memberikan petunjuk mengenai bagaimana kelompok ini berfungsi didalam suatu tumbuhan yang utuh. Ketika sepotong jaringan parenkhim dari batang dibiakkan tanpa sitokinin, sel-sel itu tidak membelah tetapi sel-sel itu akan tumbuh sangat besar. Jika hanya sitokinin yang ditambahkan ke dalam kultur, tidak aka nada pengaruh apapun. Nemun, jika sitokinin ditambahkan bersam-sama dengan auksin, sel-sel akan membelah. Rasio sitokinin terhadap auksin mengontrol diferensiasi sel. Ketika konsentrasi kedua hormone iru hampir sama, massa sel akan terus bertamabah, namun tetap sebagai kalus yang tidak berdiferensiasi. Jika sitokinin lebih banyak dari auksin, tunas batang akan berkembang, dari kalus tersebut. Jika auksin lebih pekat dibandingkan dengan sitokinin, akar akan terbentuk.


b.        Pengatur Dominansi Apikal
Interaksi lain dari sitokinin dan auksin dalam mengontrol dominansi apikal, kemampuan tunas terminal untuk menekan perkembangan tunas aksiler. Pada kasus ini kedua hormone tersebut bekerja antagonistik. Auksin yang ditranspor turun dari tunas terminal akan menekan tunas aksiler supaya tidak tumbuh, yang menyebabkan suatu tunas memanjang dengan meniadakan percabangan lateral. Tumbuhan bias bercabang banyak. namun demikian, sitokinin yang memasuki sistem tunas dari akar akan menghalangi kerja auksin dengan cara memberikan sinyal ke tunas aksiler untuk memulai pertumnuhan. Auksin tidak dapat menekan pertumbuhan tunas ini jika tunas telah tumbuh.
            Auksin maupun sitokinin bias mengtur pertumbuhan tunas aksiler secara tidak langsung dengan cara mengubah konsentrasi hormone lain, etilen.
c.         Sitokinin sebagai Hormon Anti Penuaan.
Sitokinin dapat menghambat penuaan beberapa organ tumbuhan, kemungkinan dengan menghambat perombakan protein, dengan merangsang sintesis RNA dan protein, dan dengan memobilisasi zat-zat makanan dari jaringan di sekitarnya. Jika daun yang dipotong dari suatu tumbuhan drendam dalam larutan sitokinin, daun tersebut akan tetap hijau lebih lama dibandingkan dengan yang tidak direndam. Kemungkinan sitokinin juga memperlambat penurunan kondisi daun pada tumbuhan utuh yang masih hidup. Karena pengaruh anti penuaan ini, para penjual bunga menyemprotkan sitokinin untuk mempertahankan potongan bunga agar tetap segar.

C.           GIBERELIN
Giberelin pertama sekali ditemukan oleh seorang saintis dari Jepang E. Kurosawa pada tahun 1926. Kurosawa mengamati sebuah sawah yang didalamnya tumbuh benih padi yang luar biasa tingginya. Sebelum bibit padi ini dewasa dan berbunga, padi tumbuh sedemikian tinggi dan kurus sehingga roboh. Ia menemukan bahwa padi itu terserang penyakit yang disebabkan oleh fungi dari genus Giberella.
Pada akhir tahun 1930-an, saintis Jepang telah meyakini bahwa Fungi menyebabkan pemanjangan batang padi secara berlebihan dengan cara mensekresi suatu bahan kimia, yang diberi nama Giberalin. Saintis Barat akhirnya mengetahui dan mempelajari giberalin setelah PD II.

Peranan Giberalin
a.        Pemanjangan Batang
Akar dan daun muda, adalah tempat utama yang memproduksi gibberellin. Gibberellin menstimulasi pertumbuhan pada daun maupun pada batang; tetapi efeknya dalam pertumbuhan akar sedikit. Di dalam batang, gibberellin menstimulasi perpanjangan sel dan pembelahan sel.
Peningkatan pemanjangan batang oleh giberalin dapat diamati dengan cara menggunakan hormon tersebut pada suatu varietas tumbuhan kerdil. Sebagai contoh, tumbuhan kacang polong kerdil (yang meliputi varietas yang dipelajari oleh Mendel) tumbuh mencapai ketinggian normal jika diberikan giberalin.
Suatu kasus spesifik dimana giberalin menyebabkan pemanjangan batang yang cepat adalah bolting, pertumbuhan tangkai bunga. Pada tahapan nonbunga, beberapa tumbuhan mengembangkan suatu bentuk roset; yaitu, tumbuh rendah mendekati tanah dengan ruas yang sangat pendek;  contohnya “kepala” kol. Ketika tumbuhan itu beralih ke tumbuhan reproduktif, suatu lonjakan giberalin akan menginduksi batang untuk memanjang secara cepat, sehingga meningkatkan jumlah bunga yang berkembang dari tunas pada ujung batang tersebut.
b.        Pertumbuhan Buah
Perkembangan buah adalah kasus lain dimana kita dapat mengamati kontrol auksin dan giberalin. Pada beberapa tumbuhan kedua hormone itu harus ada, supaya dapt berbuah. Aplikasi komersial giberalin yang paling penting adalah penyemprotan buah anggur Thompson yang tak berbiji. Hormon tersebut menyebabkan buah anggur tumbuh lebih besardan terpisah jauh satu sama lain.
c.         Perkecambahan
Banyak benih memiliki giberalin dalam konsentrasi tinggi, khususnya pada embrio. Setelah air diimbibisi, pembebasan giberalin dari embrio akan memberikan sinyal pada biji untuk mengakhiri dormansinya dan berkecambah.
Pada beberapa biji yang memerlukan kondisi lingkungan khusus untuk berkecambah, misal keterbukaan terhadap cahaya atau temperatur yang dingin, maka pemberian gibberellin akan memecahkan dormansi. Gibberellin, membantu pertumbuhan pada perkecambahan serialia, dengan menstimulasi sintesis enzim pencerna seperti α-amilase, yang memobilisasi cadangan makanan. Diduga giberelin yang terdapat di dalam biji merupakan penghubung antara isyarat lingkungan dan proses metabolik yang menyebabkan pertumbuhan embrio. Sebagai contoh, air yang tersedia dalam jumlah cukup akan menyebabkan embrio pada biji rumput-rumputan mengeluarkan giberelin yang mendorong perkecambahan dengan memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat di dalam biji. Pada beberapa tanaman, giberelin menunjukkan interaksi antagonis dengan ZPT lainnya misalnya dengan asam absisat yang menyebabkan dormansi biji.

D.           ASAM ABSISAT (ABA)
Musim dingin atau masa kering merupakan waktu dimana tanaman beradaptasi menjadi dorman (penundaan pertumbuhan). Pada saat itu, ABA yang dihasilkan oleh kuncup menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem apikal dan pada cambium pembuluh sehingga menunda pertumbuhan primer maupun sekunder. ABA juga memberi sinyal pada kuncup untuk membentuk sisik yang akan melindungi kuncup dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Dinamai dengan asam absisat karena diketahui bahwa ZPT ini menyebabkan absisi/rontoknya daun tumbuhan pada musim gugur. Nama tersebut telah popular walaupun para peneliti tidak pernah membuktikan kalau ABA terlibat dalam gugurnya daun.
Pada kehidupan suatu tumbuhan, merupakan hal yang menguntungkan untuk menunda/menghentikan pertumbuhan sementara. Dormansi biji sangat penting terutama bagi tumbuhan setahun di daerah gurun atau daerah semiarid, karena proses perkecambahan dengan suplai air terbatas akan mengakibatkan kematian.Sejumlah faktor lingkungan diketahui mempengaruhi dormansi biji, tetapi pada banyak tanaman ABA tampaknya bertindak sebagai penghambat utama perkecambahan. Biji-biji tanaman setahun tetap dorman di dalam tanah sampai air hujan mencuci ABA keluar dari biji.

Peranan Asam Absisat (ABA)
a.        Dormansi Biji
Dormansi biji, mempunyai nilai kelangsungan hidup yang besar; karena dia menjamin bahwa biji akan berkecambah; hanya apabila ada kondisi yang optimal dari : cahaya, temperatur, dan kelembaban.
Banyak tipe biji yang dorman, akan berkecambah ketika ABA pada biji tersebut dihilangkan, atau dinonaktifkan, dengan beberapa cara. Biji beberapa tumbuhan gurun, akan pecah dormansinya, apabila terjadi hujan yang lebat yang akan mencuci ABA dari biji.
Biji lainnya membutuhkan cahaya ataupun membutuhkan keterbukaan yang lebih lama terhadap temperatur dingin untuk memicu tidak aktifnya ABA. Sering kali rasio ABA-gibberellin menentukan; apakah biji itu akan tetap dorman atau akan berkecambah. Penambahan ABA ke dalam biji yang sedianya berkecambah, akan kembali menjadikan dalam kondisi dorman. Mutan jagung, yang mempunyai biji yang sudah berkecambah saat masih pada tongkolnya, tidak mempunyai faktor transkripsi fungsional yang diperlukan oleh ABA untuk menginduksi ekspresi gen tertentu 

b.        Menahan  Kekeringan
ABA, adalah sinyal internal utama, yang memungkinkan tumbuhan, untuk menahan kekeringan. Apabila suatu tumbuhan memulai layu, maka ABA berakumulasi di dalam daun, dan menyebabkan stomata menutup dengan cepat, untuk mengurangi transpirasi, dan mencegah kehilangan air berikutnya.
ABA, melalui pengaruhnya terhadap mesenjer ke-2, yaitu terhadap Ca (kalsium), menyebabkan peningkatan pembukaan saluran K (kalium) sebelah luar secara langsung di dalam membran plasma sel penutup. Hal ini mendorong kehilangan kalium dalam bentuk massif darinya, yang jika disertai dengan kehilangan air secara osmotis akan mendorong pengurangan turgor sel penutup yang mengecilkan celah stomata.
E.            ETHYLENE
Buah-buahan mempunyai arti penting sebagi sumber vitamine, mineral, dan zat-zat lain dalam menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaan mentah maupun setelah mencapai kematangannya.  Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah yang telah mencapai tingkat kematangannya.  Untuk meningkatkan hasil buah yang masak baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentu antara lain dengan zat pengatur pertumbuhan Ethylene. Dengan mengetahui peranan ethylene dalam pematangan buah kita dapat menentukan penggunaannya dalam industri pematangan buah atau bahkan mencegah produksi dan aktifitas ethyelen dalam usaha penyimpanan buah-buahan.
Ethylene mula-mula diketahui dalam buah yang matang oleh para pengangkut buah tropica selama pengapalan dari Yamaika ke Eropa pada tahun 1934, pada pisang masak lanjut mengeluarkan gas yang juga dapat memacu pematangan buah yang belum masak. Sejak saat itu Ethylene (C2H2) dipergunakan sebagai sarana pematangan buah dalam industri.
Ethylene adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur pertumbuhan (phytohormon) yang aktif dalam pematangan. Dapat disebut sebagai
hormon karena telah memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh
tanaman, besifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Seperti hormon lainnya ethylene berpengaruh pula dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman antara lain mematahkan dormansi umbi kentang, menginduksi pelepasan daun atau leaf abscission, menginduksi pembungaan nenas. Denny dan Miller (1935) menemukan bahwa ethylene dalam buah, bunga, biji, daun dan akar.
Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat dilihat meliputi warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau). Perpaduan sifat-sifat tersebut akan menyokong kemungkinan buah-buahan enak dimakan.
a.        Senensens Pada Tumbuhan
Penuaan atau senesens adalah perkembangan dari perubahan yang tidak dapt berbalik arah yang akhirnya menuju pada kematian. Sebagai suatu bagian normal dari perkembangan tumbuhan, senesens bisa terjadi pada individu tahap sel, seluruh organ, atau seluruh tumbuhan. Unsur pembuluh xylem dan sel gabus menua dan mati sebelum mendapatkan fungsi khususnya. Daun musim gugur dan mahkota bunga yang layu adalah adalah contoh organ senesens. Tumbuhan tahunan menua dan mati setelah berbunga.

b.        Ethylene sebagai hormon pematangan
Beberapa perubahan struktrur dan metabolisme menyertai pematangan ovarium menjadi buah. Diantara perubahan ini, termasuk juga perombakan dinding sel yang melunakkan buah, dan penurunan kandungan klorofil yang menyebabkan kehilangan warna kehijauan, dapat dianggap sebagai proses penuaan. Ethylene memicu dan mempercepat perubahan tersebut, juga menyebabkan beberapa jenis buah yang matang, jatuh dari pohon.
Suatu reaksi yang berhubungan terjadi selama pematangan, karena ethylene memicu senesens, dan sel yang menua kemudian membebaskan lebih banyak ethylene. Karena ethylene adalah gas, sinyal untuk pematangan menyebar dari buah yang satu ke buah yang lain. Dalam skala komersial, banyak jenis buah yang diperam dalam container penyimpanan yang besar dimana gas ethylene disalurkan- suatu variasi yang modern dari metode pemeraman konvensional di dalam lumbung.
Pada kasus lain, suatu perlakuan digunakan untuk menghambat pematangan yang disebabkan oleh ethylene alamiah. Misalnya buah apel disimpan dalam tempat penyimpanan yang telah dibilas dengan karbon dioksida. Akumulasi ethylene dicegah dengan mengalirkan udara ke dalam tempat penyimpanan, kemudian karbon dioksida akan menghambat sintesis etilen baru.

c.         Absisi (Gugurnya) Daun
Tumbuhan yang kehilangan daun setiap musim gugur merupakan suatu adpatsi pohon untuk menjaga agar dirinya tidak mengalami kekeringan selama musim dingin karena akar tidak dapat menyerap air dari tanah yang membeku. Sebelum daun gugur, banyak zat-zat nutrisi esensial dialirkan ke jaringan penyimpanan dalam batang. Zat-zat nutrisi ini didaur ulang kembali untuk membentuk daun pada musim semi berikutnya. Daun musim gugur akan berhenti membuat klorofil yang baru sehingga kehilangan warna kehijauannya. Warna musim gugur adalah kombinasi pigmen yang baru dibuat selama musim gugur dan pigmen yang sebelumnya telah ada pada daun, akan tetapi diselubungi oleh klorofil yang berwarna hijau gelap.
Absisi dikontrol oleh perubahan pada keseimbangan ethylene dan auksin. Auksin yang dihasilkan oleh daun yang menua akan semakin sedikit, dan penurunan konsentrasi ini membuat sel pada lapisan absisi lebih sensitive terhadap ethylene. Pergeseran dalam keseimbangan hormonal ini membuat memperkuat tumbuhan itu sendiri, karena sel dalam lapisan absisi mulai menghasilkan tambahan ethylene, yang menghambat sintesis auksin oleh daun.

Aplikasi ZPT pada bidang pertanian
Seperti yang telah dibahas dimuka, ZPT sintetik sangat banyak digunakan pada pertanian modern. Tanpa ZPT sintetik untuk mengendalikan gulma, atau untuk mengendalikan pertumbuhan dan pengawetan buah-buahan, maka produksi bahan makanan akan berkurang sehingga harganya akan menjadi mahal. Disamping itu, muncul keprihatinan bahwa penggunaan senyawa sintetik secara berlebihan pada produksi pangan akan menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan serius. Sebagai conto dioksin, senyawa kimia sampingan dari sintesa 2, 4-D yang digunakan sebagai herbisida selektif untuk membasmi gulma berdaun lebar dari tumbuhan dikotil. Walaupun 2, 4-D tidak beracun terhadap mamalia, namun dioksin dapat menyebabkan cacat lahir, penyakit hati, dan leukimia pada hewan percobaan.
Sekarang ini, bagaimanapun juga, produksi bahan pangan secara organik menjadi relatif lebih mahal. Persoalan penggunaan senyawa kimia sintetik pada bidang pertanian melibatkan aspek ekonomi dan etika. Haruskah kita teruskan memproduksi pangan yang murah dan berlimpah dengan zat kimia sintetik dan masa bodoh terhadap masalah yang mungkin muncul, atau haruskah kita melakukan budidaya tanaman tanpa zat kimia sintetik berbahaya tetapi dengan menerima kenyataan bahwa harga bahan pangan akan lebih mahal.

DAFTAR PUSTAKA

Champbell. 2000. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga. (Hal 378-387)
Campbell, N. A. and J. B. Reece. 2002. Biology. Sixth Edition, Pearson Education. Inc.San Francisco. 802-831.

Lestari Endang G. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh Dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan, Jurnal Agro Biogen 7(1): 63-68

Hormon Tumbuhan. 2012. “http://en.wikipedia.org/wiki/Hormon Tumbuhan. Diakses tanggal 10 September 2012